aPos.com – Beragam cara yang dilakukan masyarakat dalam memeriahkan hari ulang tahun (HUT) Republik Indonesia ke-72. Selain upacara bendara, napak tilas, gelar pertunjukan drama, ada juga yang menggelar pameran.
Pameran kali cukup menarik, karena menampilkan 80 lukisan realis-ekspresif berteknik palet. Semua lukisan itu dipajang di Epiwalk, Epicentrum Jakarta, 11 – 17 Agustus mendatang.
Objek yang ditampilkan adalah 72 tokoh Indonesia, tujuh Presiden RI, dan satu masterpiece pameran yang berjudul “Obrolan 7 Presiden†–Presiden RI I – VII dalam suasana mengobrol santai, di atas satu lembar kanvas berukuran 300 cm X 500 cm.
Pameran yang digelar oleh Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka) yang bekerjasama dengan Rajata Kreatif Nusantara ini mengangkat pameran itu dalam tema, “Pamer Lukisan 72 Tokoh Indonesia & 7 Presiden RIâ€.
Ceremony pembukaan pameran diselingi dengan peluncuran buku, dan dimeriahkan dengan kumandang lagu-lagu cinta Indonesia yang dimainkan oleh band Blackout.
Seluruh lukisan itu merupakan karya Sohieb Toyaroja. Menariknya, setiap lukisan dilengkapi dengan kisah istimewa tokohnya, ditulis oleh Roso Daras, yang kemudian dikemas menjadi buku setebal 953 halaman yang diberi judul “Perjuangan Menjadi Indonesia Bukan Darah Sia-siaâ€.
“Ini merupakan salah satu ekspresi dari rasa cinta dan peduli kami terhadap Indonesia yang dulu, yang sekarang, dan yang akan datang. Kami berharap para pihak dapat bergabung dalam event ini,†kata Rektor Uhamka Prof Dr Suyatno, Jumat (28/7).
Lebih jauh Suyatno mengemukakan, negara ini dibangun dengan semangat, cita-cita, dan tujuan yang besar. Tidak sedikit pengorbanan rakyat demi tegaknya republik ini. Mereka melakuan segala hal demi harga diri atau martabat untuk kemaslahatan segenap umat.
“Sejarah mencatat ribuan, ratusan ribu bahkan jutaan anak bangsa ikhlas bersusah-payah hingga kehilangan jiwa-raga demi membebaskan negeri ini dari kezaliman penjajah,” terangnya.
Semangat pengorbanan para pejuang itu, kata Suyatno, pantas dimaknai sebagai modal besar yang tak mungkin ditukar dengan hal-hal lain yang dapat menggerus kadar nasionalisme.
“Kita justru harus mengolahnya untuk memperkuat jati diri dan karakter sehingga mewujud sebagai bangsa besar yang tangguh dan disegani dunia,” ujar Ketua Forum Rektor Indonesia itu.
(iil/JPC)