ramadan2024

ramadan2024

Begini Pengakuan Seorang Penderita HIV/AIDS di Gorontalo

×

Begini Pengakuan Seorang Penderita HIV/AIDS di Gorontalo

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi (Sumber Google)

Hargo.co.id – Virus HIV/AIDS sudah lama menggerogoti tubuh pria yang satu ini. Sebut saja Rahul (bukan nama sebenarnya). Penyakit mematikan itu bisa kapan saja merenggut nyawanya. Sejak awal 2000-an, ia sudah divonis positif AIDS.

hari kesaktian pancasila

Tubuhnya gemetar ketika mengetahui hasil pemeriksaan laboratorium terhadap darahnya. Ia memang mengeluh merasakan aneh didalam tubuhnya. Sama sekalin tidak terpikir jika itu adalah gejalah AIDS. Begitu diperiksa  darah, ternyata positif.

“Ketika mengetahui itu, saya langsung drop. Tubuh saya makin kurus, orang-orang mulai menjauhi saya,” kata Rahul. Paling menyedihkan, ia ditinggal istri tercintanya.

Example 300250

Kenyataan hidup itu memang harus ia jalani. Setiap saat Rahul diperhadapkan dengan kematian, ia memang harus benar-benar siap. Rahul menyadari penyakit yang bersarang di tubuhnya itu lantaran perlakuannya sendiri. Kata dia, narkoba menjadi pemicu AIDS menjangkitinya. Ia memang pernah menjadi pencadu narkoba suntik.

Jarum suntik tak steril dan berganti dari satu pencandu ke pencandu lain, adalah penyebab utamanya. Rahul mengatakan, pergaulan bebas ketika ia remaja memang menjerumuskannya ke hal-hal negatif hingga AIDS positif. Kini ia harus menyandang status sebagai Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Dari pengalamannya bahwa seks bebas, penggunaan jarum suntik yang digunakan dalam pesta narkotika membuatnya menderita penyakit mematikan itu. Ditambah dengan lingkungan yang mendukung, sehingga kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dilakukan setiap saat.

Ramadhan 2024

Rahul kini menyesal. Tapi ia harus bangkit. Ia yakin, dengan optimismenya akan membawanya hidup lebih lama lagi. Ia mencoba beberapa terapi, bahkan program untuk rutin mengkonsumsi obat ARV yang khusus untuk mengurangi resiko HIV/AIDS.

“Obat itu tidak putus dikonsumsi. Saya selalu minum setiap saat. Syukur saya masih bisa tertahan hidup hingga saat ini. Hanya saja, sanksi sosial memang saya rasakan betul. Bagaimana dijauhi oleh orang-orang terdekat dan lingkungan saya,” ungkapnya.

Beruntung saat ini, ODHA tersebut digandeng oleh pemerintah untuk melakukan penyuluhan serta sosialisasi dampak HIV/AIDS. Tujuannya agar masyarakat bisa paham resiko dari penyakit tersebut.

“Nah itu terjadi ke saya di 2000an. Sekarang saya melihat sudah ada pergeseran. Perilaku LGBT menjadi pendorong utama meningkatnya kasus ini. Saya sudah beberapa kali menjadi pembicara di depan kegiatan-kegiatan workshop, sosilisasi untuk menyampaikan ini. Agar benar-benar tidak ada ketambahan penderita. Kalau mata rantai ini tidak diputuskan maka akan terus bertambah jumlah kasusnya,” katanya.

Ia pun mendorong orang tua dapat mengawasi perilaku anak-anaknya. Seks dini, LGBT memberi peluang dan ruang yang sangat besar bagi remaja tertular HIV/AIDS. Peran guru serta lingkungan masyarakat juga dibutuhkan dalam meminimalisir perilaku menyimpang tersebut.

“Makanya kepada orang tua untuk lebih intensif dalam memberikan perhatian, dan kasih sayang kepada anak. Jangan hanya yang perempuan, cowok juga. Karena mereka rentan dengan godaan-godaan tersebut.  Jangan tambah lagi (penderita HIV/AIDS), cukup kami (saja) yang begini (menderita), ” tandasnya. (ndi/gp/hg)



hari kesaktian pancasila