Oleh:
Suhendro Boroma
CEO JJMN/Jawa Pos Grup
PUKUL 21.21 WIB Senin 27 Mei 2024, kabar duka itu datang: Iing Casdirin meninggal dunia. “Benar,” kata teman yang saya tanya melalui WA. “Pukul 08.00 (diberangkatkan) dari rumah duka, pukul 09.30 (28/5/2024) pemakaman di Cirebon Timur.” Begitu info Yanto, CEO Radar Cirebon Grup, tempat almarhum Iing Casdirin menghabiskan kariernya sebagai wartawan.
Kabar duka ini mengejutkan. Almarhum memang sudah bolak balik masuk rumah sakit. “Saya sudah beberapa kali dirawat di rumah sakit,” katanya kala menjemput saya di Cirebon di suatu kesempatan sekitar 3 tahun lalu.
Cukup serius: Iing sakit ginjal yang akut. Ini penyakit khas wartawan pekerja keras. Selain ginjal, liver dan maag kronis. Iing seperti kurang peduli dengan penyakitnya. Tetap aktif dan masuk kantor seperti biasa.
Dokter yang biasa merawatnya sudah selalu menasihatinya. Saat bertemu 3 tahun, 2 tahun lalu, dan tahun lalu di Cirebon, saya mengingatkan, “berobatlah dengan serius. Jangan sampai cuci darah.”
“Saya sehat dan masih kuat,” ujarnya sambil terkekeh, tiga tahun silam. Dia menjemput saya di hotel, mengajak makan salah satu seafood restoran terbaik di Cirebon. “Pak Yanto udah menunggu,” katanya. “Awas, ujar Yanto mengingatkan, “jaga makanan, yang ini dan itu Mas Iing nggak bisa makan.”
Usai makan, Iing mengajak saya dan istri ke kebun mangga milik keluarganya. “Istri saya udah duluan, udah nunggu di kebun,” katanya sambil kami pamitan dengan Yanto.
Dalam perjalanan, kami melanjutkan obrolan tentang penyakitnya. Sambil nyetir, dia bertutur, “Saya pernah anfal (serangan mendadak) sedang di kantor, dan nyetir (mobil) sendiri ke rumah sakit sambil kontak dokternya,” katanya sambil terkekeh. Wow. Sontak saya kaget dengan kisahnya. “Alhamdulillah tiba dengan lancar di rumah sakit dan sudah sehat,” katanya datar.
Iing memang pekerja keras. Dia tipe wartawan yang selalu serius dalam banyak hal. Tetapi dia selalu tersenyum saat bertegur sapa dengan teman sejawat. Bertutur kata santun. Tenang dalam bersikap dan merespons. Teliti dan menyeleksi kata-kata yang diucapkan. Intonasinya datar.
Dia bukan tipe emosional. Jauh dari karakter meledak-ledak. Mengajukan pertanyaan kepada nasumber berita juga sama: meluncur datar datar saja.
Tapi tulisannya bernas. Efisien dan efektif dalam pemilihan dan penggunaan kata-kata. Iing termasuk salah satu wartawan Manado Post yang cemerlang. Siapapun redakturnya tidak butuh banyak polesan. Dia juga disiplin dan konsisten.
“Wartawan dikenal dan dihargai orang karena tulisannya, bukan karena hebat pidatonya.” Saya menanamkan prinsip itu kepada semua calon wartawan Manado Post yang baru tahap pelatihan dan magang.
Iing salah satu yang mengamalkannya dengan baik. Dari reporter ekonomi, alumnus Pendidikan Ekonomi IKIP Manado (Unima) ini cepat menanjak menjadi redaktur. Salah satu redaktur yang menonjol kala Manado Post sudah berkantor di Rike, Jl Babe Palar —masih gedung lama.
Dengan kelebihan-kelebihan itu membuatnya menjadi salah satu yang dipilih untuk mengembangkan Gorontalo Post di tahapan awal. Iing, dan beberapa teman dari Manado Post lainnya, di bawah pimpinan Hamim Pou – Bupati dua periode Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo, merintis dan mengembangkan Gorontalo Post.
Kala itu, kantornya di Jl Kasuari Baru No 8, warga Gorontalo sedang gencar dan sangat bergairah membentuk Provinsi Gorontalo. Iing dalam dalam barisan itu: menyuarakan dengan nyaring, lantang dan berintensitas tinggi aspirasi pembentukan Provinsi Gorontalo. Setiap hari gelora aspirasi itu ditampilkan di Gorontalo Post.
Setelah itu, Iing kembali ke Manado sebagai salah salah redaktur andalan Manado Post. Hanya sebentar. Tak lama berselang, Yanto, Direktur Utama Radar Cirebon, memintanya untuk pulang kampung. Iing melanjutkan kiprah jurnalistiknya dan berkibar bersama Radar Cirebon.
Di Radar Cirebon, Iing langsung menjadi salah satu pimpinan di top management. Terakhir, dia dipercaya menjadi pimpinan di Radar Cirebon TV. “Saya sudah di TV,” katanya sambil mengajak saya keliling ruangan-ruangan di Cirebon TV, awal tahun lalu.
Sewaktu masih di Manado Post, Iing mempersunting gadis Manado. Iing memboyong istri dan anaknya ke Cirebon. Belakangan saya dapat info, Iing menikah dengan Aat Ratnaningrum, seorang notaris di Cirebon, setelah cerai dengan istri sebelumnya.
“Saya udah sering mengingatkan, tapi Mas Iing menghadapi penyakitnya dengan santai saja,” ungkap Aat, saat kami ngobrol di kebun mangga mereka, di Majalengka, tak jauh dari Kota Cirebon.
Selain menekuni pekerjaannya masing-masing, Iing dan Aat asyik berkebun mangga. Luas dan datar, sekitar 10 hektare. “Ini kebun (mangga) warisan orang tua,” tutur Aat, “saya dan Mas Iing yang meneruskan.”
Udah lama saya pingin ke kebun mangganya. Selain mau makan mangganya, melihat kebunnya, juga pingin belajar bercocok tanam mangga. “Nggak usah banyak tanya-tanya, bawa aja ke kebunnya di Bolmut salah satu pekerja kami untuk praktik langsung budidaya mangga di sana,” kata almarhum sambil tersenyum.
Setidaknya tiga kali saya diajak ke kebun mangga itu. Dalam perjalanan Jakarta-Surabaya dengan mobil, tidak sulit untuk mampir di Cirebon. “Mas, saya mampir ke Cirebon ya,” kata saya via telepon. “Siyaapp,” sahutnya, “nanti kita ke kebun mangga lagi.”
Dalam setiap kesempatan ke kebunnya, Iing Casdirin selalu ditemani istrinya. Sekali waktu istrinya mengajak teman-temannya. Saya ditemani istri dan ponakan. “Bawah pulang mangganya ya, nanti bisa sekalian bagi ke tetangga rumah,” ujar Aat.
Bertumpuk-tumpuk mangga di bagasi mobil diberikan sebagai ole-ole. Di akhir 2023, saya dan istri mampir lagi di Cirebon.
“Mas, kok agak pucat,” saya spontan bertanya. “Saya baru keluar rumah sakit,” katanya sambil nyetir ke kebun mangga. “Saya aja yang nyetir,” pinta saya. “Nggak apa-apa, aman,” katanya sambil tersenyum.
Rupanya sakit ginjalnya makin akut. “Puasa (Ramadhan) lalu, Iing udah cuci darah,” ungkap Yanto. Itupun setelah dirayu dan diyakinkan oleh Yanto. Dia sudah sulit bernafas, kreatininnya 28.
Sangat tinggi. Normalnya, kreatinin darah kadarnya 0,7-1,3 mg/dL untuk pria, dan 0,6-1.1 mg/dL untuk wanita. Untuk tes urine, kadar kreatinin yang normal di kisaran 0,8-1,8 g/hari untuk pria, dan 0,6-1,6 g/hari untuk wanita.
Tapi Iing belum juga menganggapnya serius. Ini bertolak belakang dengan sikapnya yang serius, disiplin dan sungguh-sungguh dalam pekerjaan.
Yanto menceritakan, “almarhum masih nonton bareng Indonesia-Uzbekistan (semi final Piala Asia U-23 tahun 2024 di Stadion Abdullah bin Khalifa, Qatar, 29 April 2024).”
Dalam kesahajaannya, Senin malam 27 Mei 2024 Iing Casdirin menerima takdir. Teman-temannya di Manado, Gorontalo, dan sudah barang tentu kerabatnya di Cirebon menyampaikan ucapan belasungkawa. Sambil memberi kesaksian: “almarhum orang baik, santun dan sederna.”
Selamat jalan sahabat. Moga Jannah tempatmu.*