Hargo.co.id, GORONTALO – Ketua Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Gorontalo Iskandar Mangopa memprediksi Kabupaten Gorontalo menuju kebangkrutan.
Alasan Iskandar memprediksi hal itu, karena menurutnya pemerintah telah salah dalam pengelolaan keuangan daerah, hingga perubahan pembangunan tidak terlihat.

“Tinggal menunggu waktu daerah akan bangkut. Jika kita lihat banyak sekali tuntutan para kontraktor yang telah menyelesaikan pekerjaan 100 persen, namun belum menerima hak pembayaran hingga akhir Desember 2023,” ujar Iskandar ketika diwawancarai, Selasa (23/1/2023).
Bukan itu saja, Iskandar juga mengkritik soal pembayaran sertifikasi guru, anggaran dana desa (ADD), hingga tambahan penghasilan pegawai (TPP) aparatur sipil negara (ASN) yang tidak selesai pembayarannya di tahun 2023 kemarin.
“Kami menilai pemerintah sudah keterlaluan. pembayaran ini tidak boleh ditunda hingga akhir tahun, terlebih untuk mereka para penerima sertifikasi guru. Sertifikasi guru ini adalah kebijakan nasional, berbeda dengan TPP dan ADD,” tegasnya.
“Kalau soal ADD dan TPP memang merupakan kebijakan pemerintah daerah, tapi telah melalui pembahasan antara pemerintah dengan DPRD. Lantas kemana anggaran-anggaran itu. Jangan malah berkilah dengan alasan lantaran hibah Bawaslu dan KPU. Saya menilai pemerintahan ini sudah amburadul,” sambung Iskandar.
Menurut dia, pemerintahan yang baik tergantung cara seorang bupati memimpin daerah. Untuk itu Bupati Gorontalo, Nelson Pomalingo harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi. Bukan sebaliknya melempar kesalahan kepada orang lain.
“Yang harus bertanggung jawab atas hal ini adalah Bupati Gorontalo. Jangan malah melempar kesalahan kepada orang lain. Ini kesalahan yang berulang, kalau dibiarkan terus menerus maka bisa bermuara pada bencana di Kabupaten Gorontalo,” tegas Aleg tiga periode ini.
Ia juga menuturkan, saat ini para Anggota DPRD telah menerima stigma buruk menyusul atas ADD, TPP, dan sertifikasi guru yang belum dibayar oleh pemerintah.
Iskandar meminta pemerintah segera merealisasikan persoalan tersebut agar tidak berdampak hukum.
Dimana-mana, kata dia, pihaknya menerima stigma yang tidak baik. Padahal, kewenangan mengelola keuangan adalah hak prerogatif eksekutif, bukan legislatif.
“Tugas kami hanya membahas dan mengawasi, tapi kami menerima stigma. Harapan kami tolong perhatikan masyarakat, terlebih para guru, apa salah mereka sampai hak mereka tidak terbayarkan,” tandas Iskandar.(*)
Penulis: Deice