Hargo.co.id, GORONTALO – Kepala Dinas Pendidikan Kota Gorontalo, Lukman Kasim meluruskan polemik ijazah Caleg terpilih di Kabupaten Boalemo yang hangat dibicarakan masyarakat dan pemerhati pendidikan akhir-akhir ini.
Dalam meluruskan persoalan yang terjadi, Lukman Kasim terlebih dahulu menerangkan tentang eksisten PKBM yang menghasilkan lulusan pendidikan kesetaraan.
Menurut Doktor jebolan Unhas ini, Undang-undang nomor 20 Tahun 2023 tentang sistem pendidikan nasional secara tegas menyatakan, negara menjamin setiap warga negara untuk memperoleh dan dapat mengakses layanan pendidikan.
Negara memberikan kepastian bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak tanpa diskriminasi dan tidak ada seorangpun yang dapat menghalanginya.
Dalam hal seseorang memperoleh layanan pendidikan, maka negara dengan segenap perangkat peraturan perundang-undangan menyediakan jalur pendidikan,
yaitu jalur pendidikan formal seperti TK/SD-MI/SMP-MTs/SMA-MA/SMK dan jalur pendidikan non formal yang mencakup pendidikan kesetaraan,
lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim dan PAUD jalur nonformal.
Pada jalur pendidikan inilah masyarakat dapat mengakses layanan pendidikan untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai warga negara Indonesia.
Lukman kemudian memberikan pandangannya tentang adanya kontradiksi pemahaman masayarakat tentang terhadap lulusan PKBM.
Kepada wartawan, dengan santai mengakui bahwa adanya sinyalemen yang berkaitan dengan eksistensi pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM)
yang merupakan bagian dari jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan kesetaraan, akhir-akhir ini isuenya kian menguat,
terutama dikaitkan dengan keberadaan Caleg dengan latar belakang ijazah yang diperoleh dari PKBM.
Dr. Lukman Kasim menyatakan, sangat ironis saat ini masih banyak diantara masyarakat yang kurang memahami apa sesungguhnya PKBM itu.
Bahkan, menurut dia, ada pihak-pihak tertentu yang diduga mengalami sesat pikir dengan menyamakan eksistensi PKBM sama seperti lembaga pendidikan pada jalur pendidikan formal seperti SD, SMP dan SMA.
Sementara secara sistemik pendekatan pembelajaran di PKBM jauh berbeda dengan sistem pembelajaran yang berlaku pada satuan pendidikan formal. Meski, lanjut dia, dari segi tujuannya antara kedua lembaga pendidikan ini sama-sama menghasilkan lulusan yang diakui oleh negara.
Kepala Dinas yang terkesan low profil ini menjelaskan mengenai istilah PKBM pada mulanya berkembang dari adanya
kelompok atau perorangan yang mengelola pendidikan umum pada jalur pendidikan luar sekolah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang pendidikan luar sekolah.
Dalam kaitan ini, secara tegas dijelaskan dalam Pasal 5 ayat (1) yaitu penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dapat terdiri atas pemerintah, badan, kelompok atau perorangan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan jenis pendidikan luar sekolah yang diselenggarakannya.
Sementara pada Pasal 5 ayat (2) disebutkan bahwa masyarakat dapat menyelenggarakan semua jenis pendidikan luar sekolah, kecuali pendidikan kedinasan.
Saat ditanya mengenai bagaimana proses awal kebijakan berdrinya PKBM sebagai lembaga yang mengelola pendidikan kesetaraan, dengan tegas Dr. Lukman Kasim memberikan penjelsan
secara kronologis bahwa eksistensi kelompok belajar yang menjadi cikal bakal lahirnya PKBM, mengalami perkembangan cukup pesat di era tahun 1990 sampai dengan tahun 2007.
Kondisi ini berbaringan dengan adanya kebijakan pendidikan yang mengarah kepada penuntasan wajib belajar pendidikan 9 dan 12 tahun, maka sejak tahun 1998 Direktrorat Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan hadir dengan kebijakan rintisan dengan membentuk wadah pendidikan nonformal yang diharapkan mampu mengatasi dan mendorong penuntasan wajib belajar bagi segenap penduduk Indonesia yang putus sekolah.
Lembaga pendidikan nonformal ini diberi nama PKBM. Menurutnya, proses pendirian PKBM pada awalnya merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 serta memperhatikan kebijakan pendidikan yang berlaku saat itu yakni kebijakan rintisan pembentukan wadah pendidikan nonformal.
Dimana, lanjut dia, kebijakan tersebut, mengakomodir kelompok-kelompok belajar yang ada didalam masyarakat dikembangkan menjadi PKBM.
Inilah kemudian yang menjadi jawaban atas pertanyaan yang mengemuka di tengah-tengah publik mengenai status pendirian PKBM yang menghasilkan lulusan pendidikan kesetaraan, terutama PKBM yang berdiri jauh sebelum terbitnya PP nomor 17 Tahun 2010 dan Permendikbud nomor 81 Tahun 2013.
Lukman beprpendapat, jika dilihat dari sudut pandang Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, maka rintisan wadah pendidikan nonformal yang mencakup PKBM telah secara tegas diatur pada pasal 1 ayat (33), yang menyatakan bahwa PKBM adalah satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan berbagai kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat atas dasar prakarsa dari, oleh, dan untuk masyarakat.
“Sementara pada pasal 105 ayat (2) point (c) disebutkan bahwa salah satu program yang dilaksanakan oleh PKBM adalah Pendidikan Kesetaraan berupa Paket A, B dan C,” sambung Lukman.
Untuk lebih memudahkan proses pendirian PKBM, maka dalam perkembangan selanjutnya, kementrian pendidikan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81 Tahun 2013 tentang Pendirian Satuan Pendidikan Nonformal.
Di dalam Permen ini, pendirian lembaga PKBM diatur dengan sangat mudah dan dengan persyaratan yang relatif dapat dijangkau oleh masyarakat yang berminat mendirikan PKBM baik secara perorangan, kelompok maupun badan hukum.
“Persyaratan pendirian ini sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Permendikbud Nomor 81 Tahun 2013, yang berbunyi persyaratan pendirian satuan PNF terdiri persyaratan administratif dan persyaaratan teknis,” jelas Lukman.
Sementara itu dalam Pasal 5 ayat (2) disebutkan bahwa persyaratan administratif terdiri dari, foto copy KTP, susunan pengurus dan rincian tugas, surat keterangan domisili dari kepala desa/lurah, keterangan kepemilikan atau kuasa penggunaan tempat pembelajaran selama tiga tahun.
“Sedangkan persyaratan teknis mencakup dokumen rencana pengembangan satuan pendidikan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan,” katanya.
Lebih lanjut menurut Lukman, kemudahan dalam pendirian PKBM ini disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat yang mempunyai keinginan untuk berperanserta dalam kegiatan pendidikan.
Ketika disentil mengenai perbedaan sistem pembelajaran yang berlaku di PKBM dengan pendidikan formal, maka Dr. Lukman mencoba memberikan pemahaman
bahwa sistem pembelajaran yang berlaku di PKBM tidak sebagaimana halnya yang berlaku pada pendidikan formal seperti SD, SMP dan SMA,
melainkan sistem pembelajaran PKBM disesuaikan dengan kebutuhan warga belajar.
Menurutnya, kondisi warga belajar yang sedang bekerja dengan beragam jenis pekerjaan, potensi geografis,
masalah-masalah ekonomi yang melatari kehidupan warga belajar, senantiasa menjadi pertimbangan
terhadap pilihan pendekatan pembelajaran di PKBM.
“Beberapa kasus yang dapat ditemukan antara lain banyak diantara PKBM yang menerapkan model Home Schoolling dimana peserta didik belajar secara mandiri di rumah dengan modul atau materi pelajaran dari para tutor dan pamong,” tutur Lukman.
Kondisi seperti ini sering ditemukan pada mereka yang sibuk bekerja sehingga tidak dapat meninggalkan pekerjaan secara rutin.
Contohnya, ucap Lukman, para artis atau aktor film, pekerja buruh kasar, nelayan, petani,
mereka yang tinggal di wilayah pelosok dan pegunungan, dan lain sebagainya.
Disisi lain Lukman juga mengatakan tidak sedikit pula PKBM yang menerapkan pendekatan pembelajaran secara tutorial
dengan menghadirikan warga belajar yang dekat lokasi PKBM dengan sistem penjadwalan yang berbeda dengan
mereka yang tidak dapat meninggalkan pekerjaan karena faktor kesibukan dalam pekerjaan dan juga faktor kendala geografis.
“Kegiatan belajar secara mandiri maupun tatap muka melalui pendekatan tutorial secara klasikal tidak berlangsung secara terstruktur, melainkan semua tergantung pada kesiapan belajar dan kemampuan dari setiap warga belajar dalam menguasai materi pelajaran,” tambah Lukman.
Oleh karena itu, lanjut Lukman, tuntutan atas terpenuhinya syarat administratif seperti absensi kehadiran bukan menjadi sesuatu penghalang
sepanjang warga belajar dapat memenuhi kegiatan-kegiatan tertentu seperti pelaksanaan evaluasi belajar yang dilaksanakan oleh para tutor PKBM.
“Itupun pelaksanaan evaluasi belajar dapat dilaksanakan dengan pendekatan daring, seperti yang terjadi pada masa dimana kita mengalami pandemi Covid-19 yang ketika itu semua satuan pendidikan di seluruh Indonesia dilarang melaksanakan kegiatan pembelajaran secara tatap muka. Kebijakan saat itu juga berimbas pada kegiatan pembelajaran di semua PKBM,” terang Lukman.
Lantas bagaimana dengan kasus yang menimpa salah satu Caleg yang telah terpilih pada Pileg 2024 di Kabupaten Boalemo dengan inisial FD?
Terlepas dan jauh dari kepentingan politik, Lukman mengatakan, Caleg tersebut benar-benar
terdaftar sejak tahun 2018 melalui Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) di PKBM Bukit Tenilo
dan berhasil lulus pada Program Paket C tahun 2021 dengan NISN 3786837064 dan Nomor Ijazah DN/PC/0047144.
“Dalam hal ini kami melalui Bidang PAUD PNF telah melakukan pemeriksaan dan penelurusan secara rinci mengenai status kepersertaan yang bersangkutan, dan ternyata dari bukti-bukti pendukung yang ada ditemukan bahwa status kepeserrtaan Caleg yang bersangkutan benar-benar terdaftar melalui sistem DAPODIK di PKBM Bukit Tenilo sejak tahun 2018,” jelas Lukman panjang lebar.
Lukman menjelaskan, Dapodik adalah sebuah sistem pendataan yang berlaku untuk satuan pendidikan termasuk PKBM
dan sistem aplikasi ini tidak saja digunakan dilingkungan Kemendikbud melainkan juga beberapa kementerian mengunakan sistem ini untuk
perumusan kebijakan seprti Kementerian Bappenas, Kementerian Sosial, Kementerian PUPR dan Kementerian PMK.
“Sehingga, sistem Dapodik tidak dapat diedit atau di utak-atik oleh Dinas Pendidikan di daerah, karena kendali sistem aplikasi tersebut berbasis di Kementerian Pendidikan,” tegas Lukman.
Oleh karena itu, dengan tegas Lukman menyatakan, beberapa pihak yang menuding bahwa Dapodik
dapat diedit adalah sesuatu yang bertentangan dengan fakta yang sesungguhnya.
Tudingan ini mungkin lahir dari pihak-pihak yang kurang memahami sistem aplikasi atau mungkin
baru belajar mengenal aplikasi, sehingga wajar bila mereka seenaknya menciptakan opini.
Saat ditanya mengenai kebenaran Caleg yang bersangkutan mengikuti proses pembelajaran, Lukman mengatakan bahwa
Caleg yang bersangkutan mengikuti kegiatan belajar secara mandiri karena pendekatan belajar seperti itu dimungkinkan bagi
peserta didik yang sibuk bekerja dan terkendala oleh faktor geografis sehingga mengalami kesulitan mengakses kegiatan belajar secara langsung di PKBM.
Namun demikian menurut Dr. Lukman, yang bersangkutan sesuai penjelasan dari para tutor
dan pengelola PKBM yang bersangkutan beberapa kali mendatangi PKBM dengan jadwal
yang tidak terstruktur dan sekaligus menjemput modul pelajaran dari para tutor.
Menepis adanya tudingan bahwa Caleg FD menggunakan blangko ijazah palsu,
maka secara tegas Dr. Lukman mengatakan bahwa tudingan tersebut adalah sebuah kebohongan dan tidak sesuai fakta.
“Saya sangat menyesalkan adanya tudingan tersebut yang lahir dari pihak-pihak tertentu yang kurang memahami tatacara perolehan blangko ijazah dari Kementerian Pendidikan,” kata Lukman.
Menurutnya, blangko ijazah dari Caleg FD terdaftar dengan nomor DN/PC/0047144 yang secara resmi diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Sementara itu terkait dengan penanggalan ijazah dari FD yang dinilai oleh beberapa pihak tidak sesuai ketentuan yang berlaku,
sambil merogok rokok dari kantongnya, Dr. Lukman dengan santai memberikan klarifikasi bahwa ada kelaziman pada saat
informasi peraturan yang berkenaan dengan penulisan ijazah terlambat diterima oleh semua PKBM di wilayah hukum provinsi,
maka Dinas Pendidikan Provinsi Gorontalo mengambil kebijakan mengenai penanggalan ijazah.
Sehingga itu, tambah dia, kondisi ini berlaku bagi semua lulusan PKBM,
tidak hanya di Kota Gorontalo melainkan berlaku pula bagi seluruh lulusan PKBM di seluruh Wilayah Provinsi Gorontalo.
“Dengan demikian, bila ingin mempersoalkan perihal ini, maka seharusnya jangan dialamatkan pada seseorang sebagaimana yang dialami oleh Caleg FD, melainkan harus ditujukan pada semua lulusan PKBM di Provinsi Gorontalo yang jumlahnya ratusan bahkan mungkin mencapai seribuan orang,” ujar Lukman.
Lebih lanjut dia menuturkan, penanggalan ijazah yang dilakukan pada tanggal pengumuman kelulusan
sama sekali tidak mendapat teguran dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada saat itu.
“Sehingga, dapat dipahami bahwa Ijazah dari Caleg berinisial FD resmi dan sah demi hukum,” tutur Lukman sembaari mengimbau agar masyarakat jangan mudah terprovokasi oleh oknum-oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab serta memiliki sesat pikir terhadap substansi persoalan.
“Bisa jadi mereka hanya mempunyai tujuan terselubung dengan sengaja memperkeruh suasana agar masyarakat disibukkan dengan berita-berita yang menyesatkan. Kondisi ini sangat disesalkan karena dinilai tidak memiliki niat baik dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat secara lebih beradab,” katanya.
Pun begitu, Lukman tetap memiliki sikap menghargai semua pendapat yang berkembang di tengah masyarakat,
karena menurutnya ini merupakan bagian dari dinamika di tengah-tengah masa transisi masyarakat Indonesia
yang sedang mencari jati diri menemukan cara berdemokrasi yang lebih bermartabat.
Lantas bagaimana sikap Lukman dalam menghadapi berbagai tudingan miring yang dialamatkan kepada PKBM
lebih khusus PKBM Bukti Tenilo yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Kota Gorontalo?
Lukman menjawab dalam waktu dekat ini pihaknya akan meminta advice hukum dari
Biro Hukum Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek RI mengenai persoalan yang sedang mengemuka.
“Selanjutnya kami akan terus mencermati dan mengidentifikasi isue-isue yang berkembang untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil langkah hukum agar semua bisa menyadari bahwa dalam hal membangun opini diperlukan kehati-hatian dan kecermatan sehingga masyarakat tidak disuguhkan dengan berita-berita yang tidak mendidik, apalagi hanya mengandung niat adu-domba antar sesama warga masyarakat” tutur Lukman.
Dinas Pendidikan Kota Gorontalo berkepentingan mendudukan persoalan pada proporsi yang sebenarnya,
jauh dari intrik plitik dan ingin memberikan pendidikan yang cerdas bagi semua khalayak di bumi Hulontalo.
Disisi lain, kata Lukman, sikap Dinas Pendidikan Kota adalah jauh dari urusan bela membela dan sangat jauh dari kepentingan politik.
Penjelasan ini, tandas Lukman, semata-mata ingin membangun kesadaran bahwa
setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang layak sesuai perundang-undangan yang berlaku.
“Tidak ada seorangpun dapat menghalangi, kecuali orang itu telah dirasuki oleh budaya “Tutuhiya”
yang merupakan warisan budaya negatif yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat Gorontalo,” pungkasnya.(*)
Penulis: Rendi Wardani Fathan