Hargo.co.id JAKARTA – Rencana pembatasan penggunaan gadget di lingkungan sekolah mendapat respons positif. Hanya, pembatasan tersebut diminta tidak sampai menghalangi hak anak untuk mendapatkan informasi melalui sentuhan teknologi. Harus ada aturan yang konkret untuk mengendalikan dampak negatif penggunaan gadget pada anak.
Rencana pembatasan penggunaan gadget di sekolah terus dimatangkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak setelah rapat terbatas Januari lalu. â€Saya pikir bentuknya peraturan menteri bersama. Ada Menkominfo, menteri pendidikan, dan saya sendiri,†ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise kemarin (21/2).
Asumsi yang dibangun adalah saat ini banyak siswa yang menggunakan ponsel saat belajar di dalam kelas. Sedangkan di waktu luang mereka kerap terpapar tayangan televisi yang tidak sehat. Hal-hal itulah yang ingin dicegah agar dampak negatif teknologi tidak sampai masuk. â€Kalau tidak (dibatasi), ke depan mereka akan menjadi generasi copy-paste,†lanjutnya.
Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA) Arist Merdeka Sirait mengatakan, pihaknya sepakat bahwa dampak negatif teknologi harus dijauhkan dari anak. Hanya, dia mengingatkan agar pembatasan itu tidak boleh sampai mengurangi hak anak untuk mendapatkan informasi.
Menurut Arist, pengendalian penggunaan teknologi lebih tepat dilakukan. Sebab, arus teknologi tidak mungkin dibendung. Bentuk pengendaliannya melalui peraturan di tingkat menteri. â€Misalnya, pada jam pelajaran itu, sama sekali tidak ada alat komunikasi seperti ponsel. Tapi, penggunaan teknologi kan pasti tetap ada. Ada aturan main di situ,†terangnya. Teknologi tetap penting, tapi harus diantisipasi dampak negatifnya.
Terpisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan menjelaskan, Presiden Joko Widodo memerintah Kemendikbud mengkaji penggunaan gadget di sekolah. â€Saya pakai istilah gawai saja ya,†katanya di sela Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan di Depok kemarin. Bagi dia, gadget alias gawai itu bisa diibaratkan pisau bermata dua.
Di satu sisi, gadget bisa dipakai sebagai peranti pendukung pembelajaran dan sumber belajar bagi siswa. Tetapi, Anies mengakui, di sisi lain, gagdet juga memiliki dampak buruk di kalangan siswa. Untuk itu, tutur dia, pengkajian sangat penting. â€Kita tidak bermain di melarang atau mengharuskan penggunaan gawai di sekolah,†ucapnya.
Mantan rektor Universitas Paramadina Jakarta tersebut menerangkan, Kemendikbud saat ini masih terus melakukan kajian dan diskusi (focus group discussion/FGD) dengan para pelaku pendidikan. Di dalamnya ada unsur orang tua dan guru untuk melihat kesempatan serta risiko memperbolehkan siswa menggunakan gadget di sekolah.
Dari kajian dan FGD itu nanti Kemendikbud bisa menyusun panduan bagi sekolah terkait dengan penggunaan gadget yang sehat. Perlu diingat juga, guru dan kepala sekolah adalah konduktor pembelajaran di dalam kelas dan sekolah. Maka, mereka perlu secara aktif menimbang dan menentukan kebijakan penggunaan gawai yang tepat bagi sekolah masing-masing. Dengan pertimbangan utama kesempatan belajar dan keamanan anak didik. (JPG/hargo)