YLBHI Tegaskan Narasumber Seminar 65 Bukan Simpatisan PKI
Hargo.co.id – Seminar 65 yang digelar Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat berujung ricuh. Penyebabnya, ratusan massa dari berbagai ormas mengira acara itu untuk membangkitkan komunisme.
Hal itu langsung dibantah keras oleh YLBHI. Acara yang dikemas bertajuk ‘Asik Asik Aksi’ itu disebut murni diskusi soal sejarah tragedi kemanusiaan 1965.
Ketua YLBHI bidang Advokasi Muhammad Isnur menerangkan, narasumber yang mereka hadirkan jelas-jelas korban keberingasan PKI, bukanlah simpatisan. Yang dihadirkan kata dia, hanya sipil yang jadi korban tragedi kemanusiaan 1965.
Salah satu narasumber kata dia adalah Nani. Dia menuturkan bila Nani adalah seorang penari di Istana zaman Presiden Soekarno. Ketika peristiwa 1965, Nani dituduh PKI lantaran pernah menari di hadapan Bung Karno.
“Dia itu padahal simpatisan saja enggak. Ketika itu dia masih anak-anak, lalu dipenjara belasan tahun,” papar dia di Jakarta, Senin (18/9).
Suasana kantor YLBHI paska dirusak oleh pendemo. Hingga Senin (18/9) siang, para polisi masih berjaga di kantor LBH, Menteng, Jakarta. (IMAM HUSEIN/JAWA POS)
Bahkan parahnya lagi, Nani kata dia dihukum tanpa melewati peradilan yang benar. Nani, kata Isnur, juga belum pernah mendapat rehabilitasi.
“Bahkan, dapat KTP saja susah sampai usia tua. Orang-orang seperti ini yang harus LBH dampingi, negara harus punya perhatian pada mereka,” terang dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komnas Perempuan Azriana mengatakan, narasumber atau yang disebut dengan istilah penyintas itu berasal dari sipil yang jadi korban tragedi 1965.
“Yang tidak ada hubungan dengan Partai Komunis Indonesia. Mereka orang-orang yang dimintai pertanggungjawabannya, bahkan tidak melalui proses peradilan,” ungkap Azriana.
Menurut Azriana, seharusnya masyarakat, terutama massa yang menggeruduk kantor LBH malam tadi, melihat narasumber itu sebagai korban. Ia pun menyayangkan begitu mudahnya sekelompok orang terhasut isu PKI yang dibangun begitu menakutkan.
“Sampai mereka tidak lagi menggunakan akal sehatnya. Ini lansia-lansia apa lagi yang bisa mereka lakukan, mau bikin apa mereka, untuk berjalan saja mereka sulit,” tukas dia.
(elf/JPC/hg)