Gulir untuk terus membaca
GorontaloHeadline

Terapkan Sistem Zonasi, Pendaftaran Online Siswa Baru Banjir Keluhan

0
×

Terapkan Sistem Zonasi, Pendaftaran Online Siswa Baru Banjir Keluhan

Sebarkan artikel ini
Proses pendaftaran kembali penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SMA Negeri 1 Kota Gorontalo, Senin (3/7) kemarin. Sejumlah orang tua siswa mengeluhkan karena kurang paham dengan sistem PPDB online. Pendaftaran di sekolah ini sempat terhenti gara-gara sistem yang error. (foto : jalal khan / gorontalo post)

GORONTALO Hargo.co.id –  Kendati dilakukan dengan pendaftaran sistem online, namun Permendikbud nomor 17 tahun 2017 tentang PPDB mewajibkan 90 persen peserta didik harus dari lingkungan sekitar sekolah atau sistem zonasi sekolah.

“Radius zona terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi di daerah tersebut berdasarkan jumlah ketersediaan daya tampung berdasarkan ketentuan rombongan belajar masing-masing sekolah dengan ketersediaan anak usia sekolah di daerah tersebut,” demikian bunyi Permendikbud nomor 17/2017 pasal 15 (3). Domisili siswa, bisa dilihat dari kartu keluarga yang digunakan saat pendaftaran.

Dengan ketentuan itu, maka kasak-kusuk PPDB secara online yang diselenggarakan Dikbudpora Provinsi Gorontalo sebetulnya dapat diminimalisir, sehingga tidak ada keluhan seperti siswa asal Kecamatan Anggrek, tapi sekolahnya di Kecamatan Atinggola, Gorontalo Utara sesuai kelulusan PPDB.

Sementara itu, dari pantauan saat pendaftaran kedua di SMA Negeri 1 Kota Gorontalo, Senin (3/7) sempat terjadi ketegangan antara orang tua siswa dengan panitia pendaftaran. Para orang tua mengeluh dengan sistem pendaftaran online, karena tidak paham.

banner 728x485

Ada pula yang memprotes anaknya yang tidak lulus padahal memiliki nilai tinggi. Banyaknya keluhan para orang tua siswa, sempat membuat panitia kewalahan. Bahkan sistem pendaftaran sempat error. Kendati begitu, pendaftaran kembali siswa terus dilakukan penyelenggara.

Sementara itu, kasak kusuk PPDB tidak saja terjadi di Gorontalo. Di beberapa daerah sudah mulai muncul keluhan terkait dengan sistem zonasi itu. Misalnya, di SMAN 2 Banjarmasin.Padahal sekolah yang berada di Banjarmasin tengah ini merupakan salah satu sekolah favorit.

Namun pada hari pertama pendaftaran, sebelum libur Lebaran lalu, pendaftarnya hanya 70-an orang. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang bisa mencapai 500-an pelamar di hari pertama. Kuat dugaan sepinya pelamar di SMAN 2 Banjarmasin itu dikarenakan sekolah tersebut ada di kecamatan yang populasinya sedikit.

Dengan ketentuan zonasi berbasis kecamatan, maka anak-anak dari luar kecamatan domisili SMAN 2 Banjarmasin itu tidak bisa melamar ke sana. Keluhan terkait dengan sistem zonasi juga muncul di Cirebon, Jawa Barat.

Khusus untuk jenjang SMP di Cirebon, zonasinya ditetapkan berdasarkan kelurahan. Radar Cirebon (Grup Gorontalo Post) memberitakan di antara yang mengeluhkan sistem zonasi PPDB berbasis kelurahan itu adalah SMPN 13 Cirebon yang berada di komplek lapangan Kebumen, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.

Sekolah ini khawatir penerimaan siswa barunya sedikit karena harus bersaing dengan SMPN 10, SMPN 14, dan SMPN 16. Ketiga sekolah ini bertetangga dengan SMPN 13 Cirebon. Kepala SMPN 13 Cirebon Euis Sulastri berharap ketentuan PPDB berbasis kelurahan bisa diperluas.

Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan mengakui salah satu dampak sistem zonasi adalah, kemungkinan sekolah yang selama ini banyak menerima siswa mengalami penurunan. Tetapi sebaliknya bakal ada sekolah yang selama ini hanya menerima sedikit siswa, bakal kebanjiran pelamar.

Nasir berharap kepala dinas pendidikan menjalin komunikasi dengan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) untuk mengatur sistem zonasi tersebut. ’’Supaya distribusi dan alokasi siswa baru adil dan proporsional,’’ katanya.

Muhadjir mengatakan pedoman dari Kemendikbud bunyinya adalah seharusnya PPDB berbasis zonasi. Namun dalam kondisi tertentu, kepala daerah selaku pemilih sekolah negeri, punya kewenangan untuk mengatur lebih rinci. Misalnya sekolah yang ada di pinggiran, diberi kelonggaran untuk tetap menerima siswa meskipun lintas kelurahan/desa atau kecamatan.

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu mengatakan sistem zonasi secara nasional baru bergulir perdana tahun ini. Menurutnya wajar jika muncul masalah di sana-sini. ’’Masalah itu akan kami evaluasi untuk dicarikan jalan keluarnya,’’ tuturnya.

Dia mengingatkan bahwa semangat dalam penerapan sistem zonasi itu adalah untuk pemerataan kualitas pendidikan.Kemudian menyelesaikan ketimpangan layanan sekolah secara bergotong royong. Selain itu sistem pemerataan jumlah siswa juga bermanfaat untuk redistribusi guru. (jpg/hargo)