Hargo.co.id, GORONTALO – Sehari setelah momen 1 Syawal 1444 Hijriah, Pemerintah Kabupaten Gorontalo menggelar “Dua lo Ulipu” atau doa untuk negeri bersama dengan Buatulo Toulongo, dan para tokoh masyarakat, se Kabupaten Gorontalo, Ahad (23/4/2023) di GOR David – Tonny, Sport Center Limboto.

Prosesi du’a Lo Ulipu merupakan agenda tahunan Pemerintah Kabupaten Gorontalo yang dilaksanakan pasca lebaran Idulfitri atau pada 2 Syawal.
Bupati Gorontalo Prof. Nelson Pomalingo mengatakan, kegiatan Dua lo Ulipu bertujuan untuk memanjatkan doa keselamatan kepada sang khalik demi kelangsungan pembangunan oleh pemerintah daerah yang aman, tenteram, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Bupati dua periode itu juga mengatakan kegiatan ini sebagai bagian silaturahim. Untuk itu, kata Nelson, setiap Idulfitri dirinya harus membagi waktu, Hari pertama Idulfitri dengan Keluarga dan hari kedua dengan pemerintah.
Selain itu, Nelson mengatakan, kegiatan Dua lo Ulipu juga dapat memberikan semangat dilingkungan pemerintahan untuk bekerja kedepan lebih baik lagi. Apalagi, kata Nelson, kita semua sudah kembali ke fitrah. Ia berharap, kegiatan amaliah tak hanya dilakukan dibulan Ramadan, tapi harus seterusnya.
“Agar berdampak pada pemerintahan, berbagai kegiatan produktif menyebar kebaikan, menyebar kebenaran dan menyebar keindahan,” tukas Nelson.
Sementara itu, Sekertaris Camat Limboto, Halid Kadir menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Gorontalo yang secara rutin setiap tahun melaksanakan kegiatan ini.
Halid Kadir yang juga selaku walaopulu menjelaskan, Buatulo Toulongo” artinya ; tiga serangkai adat terdiri dari Buatulo Bubato yakni Bupati dan jajarannya bersama Baate kalau tingkat kabupaten.
Jika tingkat kecamatan, camat selaku wuleya lo lipu dan jajarannya bersama baate sampai dengan Tauda’a /ayahanda yaitu lurah atau kepala desa. Kedua Buatulo “syara” terdari Kadhi, dan jajarannya sampai kasisi.
“Kemudia “Buatulo Bala”, itu artinya, pasukan pengamanan atau pasukan hitam cirinya menggunakan pakaian hitam-hitam dan hi anunga lo bituo (badi) yaitu Apitalawo, mayu, mayu daa,” jelas sosok yang saat ini tengah menyelesaikan studi program magister ilmu hukum konsentrasi Hukum Tata Negara dengan judul tesis penelitian Kajian Historis “Buatulo Toulongo” Pada Sistem Hukum Adat Ketatanegaraan Gorontalo “Adati Hula-hula To Syara’a, Syara’a Hula-hula To Quruani” itu.
Selain itu kegiatan itu turut dihadiri Ketua Lembaga Adat dari tingkat provinsi seperti;Karim Pateda, Ade Kali, ketua Lembaga Adat Kabupaten Gorontalo Ir. Sunroto K Duhe, ketua Lembaga Adat Kecamatan Limboto Guntur Pakaya, S.Sos serta Ada juga Tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Hal ini menggambarkan bahwa Hukum Adat Ketatanegaraan Gorontalo yang berlandaskan Adati Hula-hula to syara, syara hula-hulaa to quruani atau adat bersendikan syara syara bersendikan Al-Quran perwujudannya masih ada dan masih lestari dan di pertahankan oleh Pemda provinsi Kabupaten, Kecamatan sampai kelurahan/desa bersama masyarakat.
“Bupati itu selaku Tauwa Lo Lipu kalau di Buatulo Toulongo, demikan pula kalau camat Wuleya Lo Lipu ini landasan teorinya adalah trias politika itu sudah ada di Gorontalo sebelum kita mengenal Eksekutif, Legislstif dan Yudikatif, “tandas Halid Kadir.(*)
Penulis: Deice