Hargo.co.id, GORONTALO – Sisik ikan yang dibuang oleh sebagian orang diolah menjadi aksesoris oleh masyarakat Desa Olele, Kabupaten Bone Bolango sebagai kerajinan tangan berupa aksesoris seperti bros juntai, bros tempel, anting, kalung, gelang dan cincin. Pengolahan sisik ikan dilakoni oleh kelompok masyarakat Desa Olele sejak tahun 2020.
Sri Wahyuni Mooduto, salah satu warga yang mengolah sisik ikan menjadi aksesoris mengatakan, pengolahan sisik ikan terinspirasi ketika melihat sisik ikan yang terbuang percuma. Sri Wahyuni yang juga berprofesi sebagai guru mata pelajaran Bahasa Inggris, lantas menanyakan ke sahabatnya seorang guru prakarya tentang cara membuat aksesoris dengan memanfaatkan sisik ikan.
“Saya juga baca-baca dan melihat-lihat dari berbagai sumber mengolah sisik ikan,” ujar Sri Wahyuni.
Sri dan warga lainnya kemudian mulai mencoba-coba. Hasilnya pun mulai nampak. Seiring berjalannya waktu, kemampuan pengolahan sisik ikan yang dimiliki Sri Wahyuni Mooduto semakin bertambah, seiring adanya pelatihan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Gorontalo.
“Kami juga kemarin mengikuti pelatihan mengolah sisik ikan dari Bank Indonesia. Kurang lebih 50 orang yang ikut, sekarang sisa sekitar 20 orang. Kami juga disuport dengan berbagai peralatan yang dibutuhkan,” ungkap Sri yang sudah berkeluarga dan dianugerahi tiga orang anak.

Lantas bagaimana cara mengolah sisik ikan menjadi aksesoris? Sri menjelaskan, cara pembuatannya terlebih dahulu adalah mengeluarkan lendir-lendir ikan. Selanjutnya, dicuci dengan deterjen dengan waktu kurang lebih 1 sampai 2 jam dan kemudian direndam semalaman agar sisik ikan tetap bersih.
“Setelah itu sisik ikan dikeringkan, kemudian disortir dan dirapikan. Nah, habis itu dibuat bros tempel atau lainnya. Selain sisik ikan, kami juga menyiapkan bahan lain, seperti lem lilin, kancing tempurung, peniti, kepala bros, ring, mote, biya kecil. Alat pembuatan menggunakan tembak lilin, tang, dan gunting,” jelas Sri panjang lebar.
Lebih lanjut, Sri mengungkapkan, sisik Ikan sendiri didapat dari para nelayan. Ada juga dari pengusaha rumah makan yang diberi secara gratis. Meski begitu, Sri tetap membayarnya. Sebab, kata Sri, berkat dari olahan sisik ikan menjadi aksesoris, dirinya bersama rekan lainnya mendapatkan pundi-pundi rupiah.
“Aksesorisnya kami jual Rp. 20 ribu sampai Rp. 30 ribu,” beber Sri.
Dengan harga yang terjangkau, lanjut Sri, pihaknya sudah banyak menerima pesanan. Aksesoris dengan bahan dasar sisik ikan ini juga, lanjut Sri, sudah pernah dipromosikan oleh Bank indonesia pada acara capacity Building di Bali. Tidak hanya itu, kerajinan sisik ikan sempat dipromosikan ke TurkI.
“Kita kan kebetulan jadi binaannya Bank Indonesia terus produk kerajinan kami dibawah ke Turki untuk mengikuti festival disana,” pungkasnya.(*)
Penulis: Nur Nadiva Daeng/Mahasiswa Magang