Tak ada halangan maupun rintangan jika seseorang memperingati hari ulang tahunnya, selama dalam koridor yang baik dan terpuji, serta jauh dari hal-hal yang tercela dan buruk.
“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali†(QS.19:33). Jawab Rasulullah SAW saat ditanya perihal puasa hari senin “Hari itu aku dilahirkan dan aku diutus Allahâ€. Dua penggalan referensi ini mengisyaratkan makna substansial akan sebuah karunia lahir sebagai seorang manusia mulia yang patut disyukuri.
Bahkan semua momentum bahagia, layak Allah dipuji karenanya. “Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan†(QS.10:58). Perasaan gembira membuat seseorang bersemangat, seterusnya jadi lebih produktif. Sebaliknya murung tentu semangatnya hilang dan bagai mayat hidup sedang berjalan.

Selamat Ulang Tahun Yaa
Meski kebahagiaan perlu diciptakan oleh diri sendiri bukan dari pihak lain, Islam mewajibkan kepada umatnya untuk membahagiakan orang lain, agar memiliki jalinan silaturahmi yang positif. Kebahagiaan jangan harap akan terbit berbarengan dengan permusuhan, justru resah dan gelisah adanya.
Nah, salah satu upaya silaturahmi adalah mengucapkan selamat ulang tahun bagi kerabat dan rekan. “Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia, dan perbuatan yang paling dicintai Allah adalah menggembirakan seorang muslim, atau menjauhkan kesusahan darinya, atau membayarkan hutangnya, atau menghilangkan laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beritikaf di Mesjid Nabawi selama sebulan†(Hadits). “Hari ini, hari yang kau tunggu, bertambah satu tahun, usiamu, bahagialah slalu. Yang kuberi, bukanlah jam dan cincin, bukan seikat bunga, atau puisi, juga kalung hati. Maaf, bukannya pelit, atau nggak mau bermodal dikit, yang ingin aku, beri padamu doa stulus hati. Smoga Tuhan, melindungi kamu, serta tercapai semua angan dan cita-citamu, mudah-mudahan diberi umur panjang, sehat selama-lamanya†(Jamrud). Kulli sanah wenta tayyib, barakallah fi umrik wahayatik.
Pandangan Hukum Islam
Peringatan hari ulang tahun kelahiran memiliki dasar hukum yang cukup argumentatif, yakni Qiyas (Analogi Kasus Hukum) dengan salah satu kasus hukum Ka’ab bin Malik. Sebagaimana dimaklumi, bahwa Qiyas menempati urutan keempat dari referensi hukum Islam yang diakui oleh konsensus ulama.
Kasus hukum dimaksud ialah kasusnya Ka’ab bin Malik, seorang sahabat Nabi, ketika ia sangat bergembira pada saat dimaafkan oleh Allah dan Rasul-Nya, sebab ia merasa sangat bersalah dan menyesal serta bertaubat dari kesengajaannya tidak mengikuti perang Tabuk. Seketika itu ia menghadap sang Nabi dan disaat yang sama Thalhah bin Ubaidillah berdiri menyampaikan ucapan selamat kepadanya. Seperti yang diuraikan dalam kitab Al-Iqna “Imam al-Qammuly berpandangan hukum bahwa kami tidak menemukan satupun ulama senior membahas tentang ucapan selamat hari raya, selamat ulang tahun tertentu atau bulan tertentu, sebagaimana yang telah mentradisi. Namun al-Hafidz al-Mundziri seperti yang ia nukil dari al-Hafidz al-Muqaddasy memberikan pandangan hukum bahwa masalah tersebut telah menjadi pro kontra di kalangan para ulama.
Menurut kami, tradisi itu sah-sah saja, mubah. Bukan sesuatu yang dianjurkan atau sebaliknya dilarang. Berbeda dengan pandangan hukum Imam as-Syihab bin Hajar, tradisi tersebut justru disyariatkan. Untuk menguatkan pandangannya, ia mengatakan bahwa Imam Baihaqi secara khusus menghimpun satu bab khusus hadits-hadits dalam kitabnya yang terkait dengan “ucapan-ucapan pada momentum hari rayaâ€. Memang ada beberapa hadits yang memiliki derajat kurang kuat, namun secara kolektif hadits-hadits tersebut dapat digunakan sebagai argumentasi dan hujjah yang melandasi tradisi tersebut.
Disamping itu, ajaran Islam terkait dengan sujud syukur dan ucapan menggembirakan orang lain, karena adanya nikmat atau terhindar dari marabahaya, juga dapat dijadikan sebagai landasan hukum. Sebagaimana hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim tentang kisah taubat Ka’ab karena tidak mengikuti perang Tabuk. Dimana ia sangat bergembira tatkala mendengar kabar dari Rasulullah SAW bahwa taubatnya diterima. Segera ia menghadap Rasulullah dan disaat yang sama sahabat Thalhah berdiri untuk menyampaikan ucapan selamat kepadanya.
Lembaga Fatwa Mesir, Dar al-Ifta al-Mishriyyah, dalam rilis fatwanya membolehkan peringatan hari ulang tahun kelahiran. Bahwa tidak ada larangan dalam syariat Islam memperingati momentum karunia Allah atas kelahiran seseorang, selama hal itu tidak dianggap sebagai hari raya, baik secara literal maupun substansial. Dan juga semaksimal mungkin dihindari hal-hal yang terlarang menyelingi peringatan tersebut, seperti campur baur laki dan wanita yang bukan muhrim, pakaian yang menampakkan aurat, dan lain-lain. Selanjutnya, fatwa menganjurkan bagi keluarga dan sahabat untuk ikut terlibat pada momentum tersebut. Karena ada sisi positifnya, dimana ikut membahagiakan perasaan orang lain.
Oleh Mansur Martam Lcmsy, Dosen Syariah IAIN Sultan Amai Gorontalo