KAK Seto, selamat datang di Gorontalo. Daerah kami hebat. Inilah tanah leluhur banyak orang besar, sebut saja B.J. Habibie, John Ario Katili, H.B. Jassin, Jus Badudu, T. Gobel, dan Sarini Abdullah.
Siapa yang tak kenal beliau. Sebagai anak Gorontalo, merekalah contoh-contoh terbaik kami.
Melihat wajah Kak Seto di baliho-baliho, kami anak Gorontalo sangat senang. Amat rindu bertemu dan bercakap. Sangat rindu bicara dan berbagi rasa dengan Kak Seto.
Sayang sekali, Kak Seto datang di Gorontalo di hari sekolah. Mungkin karena undangan pemerintah memang begitu. Saya termasuk anak yang diundang di workshop di Limboto, tapi saya tidak datang.
Saya lebih memilih belajar di sekolah. Sebagai anak madrasah, saya merasa “cinta belajar†lebih utama.
Andai Kak Seto datang di hari libur, mungkin anak seperti saya bisa bertemu kakak. Dengan penuh hangat dan harap belajar dari kakak.
Sebagai anak madrasah, sepertinya banyak pemikiran yang mengatakan bahwa kami di madrasah hanya ditekan pada pelajaran keagaaman saja dan tidak bisa bersaing dibidang akademik dan non akademik.
Namun, kenyataannya tidak sama sekali. Banyak catatan prestasi yang diraih madrasah, contohnya kami di MTS Model Limboto, siswa-siswa kami meraih medali emas Pidato Bahasa Inggris EXPO di tingkat provinsi tahun 2011.
Kami juga meraih medali perak KSM (Kompetisi Sains Madrasah) Fisika Tingkat Nasional tahun 2012. Kami juga meraih medali perunggu KSM (Kompetisi Sains Madrasah) Matematika tingkat national tahun 2012.
Di tingkat provinsi, kami berhasil meraih Peringkat 1 pidato Bahasa Arab PORSENI tingkat provinsi Gorontalo. Juga kami sukses meraih medali emas Pidato Bahasa Indonesia pada tahun 2011.
Tahun lalu kami mencapai Peringkat 1 pidato Bahasa Inggris tingkat provinsi, demikian juga sebagai Peringkat 1 pidato Bahasa Arab tahun 2015 dan mencapai Peringkat 2 KSM (Kompetisi Sains Madrasah) Fisika.
Dengan penampilan kami yang berjilbab, masih saja kami alami anggapan-anggapan atau ungkapan-ungkapan bahwa kami itu “kampunganâ€. Bahkan ada juga perkataan bahwa dengan jilbab, seorang anak akan “kelihatan tua†dan “tidak ceriaâ€.
Namun, kenyataan membuktikan itu salah besar. Jika seorang anak dinilai “kelihatan tua†dan wajahnya “kurang ceriaâ€, lalu bagaimana dengan anak yang memang aslinya berkulit hitam? Apakah mereka harus dioperasi agar bisa disebut ceria?.
Keceriaan kami, para anak-anak, itu bisa dilihat dari perilakunya dan pola pikirnya, bukan dari tampilan pakaian atau “Jilbabnyaâ€. Pernah terjadi seorang anak madrasah yang ingin ikut acara besar tapi dikecewakan atau tidak dihargai pilihannya untuk berjilbab.
Banyak juga forum untuk anak tapi orang dewasa yang lebih banyak bicara dan kami anak-anak justru banyak dibatasi. Banyak acara anak tapi orang dewasalah yang paling banyak berperan. Banyak juga organisasi-organisasi anak tapi mereka tidak mengerti anak sama sekali.
Dengan datangnya Kak Seto di Gorontalo kami dapat semangat baru. Kami anak-anak Gorontalo ingin ada panutan. Kami bukan hanya disuruh membaca, tapi buku-buku yang ada sangat sedikit dan tidak bertambah.
Kami disuruh aktif dan terus maju, tapi bicara dan berpendapat pun kami sering dibatasi. Kak Seto, inilah kami anak-anak Gorontalo. Kami terbukti berprestasi. Madrsah kami adalah contohnya! Kami butuh teladan. Kami butuh fasilitas.
Kami butuh ruang untuk belajar. Kami ingin menempa semua potensi kami. Tapi mohon kami jangan dibohongi. Dan mohon pula jangan beri kami kata-kata kasar yang menyakiti. (***)
Penulis adalah Siswa MTS Model Limboto