Ditengah kemajuan bisnis transportasi, becak yang dulu sempat ngetren sebagai alat transportasi di Gorontalo mencoba bertahan ditangan Weli Asmawi yang kini usianya sudah senja. Sayangnya, saat ini becak kurang lagi diminati para penumpang.
Fahrun Paramata – Telaga
Kondisinya terlihat sudah sangat usang, atapnya sebagian bolong, karatan menempel di rangka becak milik Weli. Kemarin, (2/2), hari beranjak siang, Weli duduk disamping becaknya yang tengah diparkirnya di Jembatan Jodoh itu.
Pria berusia 78 tahun itu, tengah menunggu penumpang yang tengah berbelanja di Pasar Dungingi.
Sudah 20 tahun Weli bekerja sebagai abang becak. Becak bagi Weli seolah telah menyatu dengan jiawanya lantaran anak dan istrinya selama ini bisa bersambung hidup dengan rizki halal ayunan becaknya.
Sebagai alat transportasi jasa penumpang, tugas dari becak mungkin sudah berakhir. Fungsinya saat ini sudah dikalahkan Becak Motor (Bentor) yang lebih maju, cepat, dan memiliki jangakau yang lebih jauh.
Karena itu, pendapatan Weli pun merotos tajam. Kini becaknya tinggal diminati oleh para pedagang atau warga yang ingin mengangkut barang-barang dari dan ke pasar.
Saat diwawancarai Gorontalo Post (grup Hargo.co.id), Weli mengaku setiap hari nongkrong di Jembatan Jodoh. Dari pukul 14.00 WITA sampai pukul 18.00 WITA.
Di luar dari jam itu Weli menggunakannya untuk istrahat di rumahnya di Desa Tilango, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo. Weli tinggal sebatang di rumahnya. Istrinya Maryam telah lebih dahulu berpulang kehariban tuhan sejak 8 tahun lalu. Anaknya semata wayang sudah tak lagi tinggal bersamanya setelah menikah.
“Anak saya cuma 1. Cucu saya 8 orang. Tapi semuanya kerja di luar daerah. Saya ditinggal sendiri disini,” kata Weli sambil garuk-garuk kepala.