Hargo.co.id, JAKARTA – Sejumlah pakar hukum mulai memberikan beberapa pandangannya terkait Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Tanggapan tersebut terkait janji Anas yang bersedia digantung di Monas jika terbukti bersalah. Salah satunya seperti yang dikatakan Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad.
Ia menilai penagihan janji kepada Anas terkait digantung di Monas perlu dikaji secara objektif dan kredibel. Menurut Suparji, Anas tidak akan pernah digantung di Monas, Jakarta.
Suparji memberikan pandangan tersebut dalam acara bedah buku Halaman Pertama Anas Urbaningrum dengan topik utama diskusi Mengapa Anas Tak Jadi Digantung di Monas, Senin (26/6/2023).
“Membangun keyakinan bahwa Anas tidak bersalah tidak boleh secara subjektif,” kata Suparji mengutip SINDOnews.com.
“Harus terstruktur dan teruji objektif dengan eksaminasi dan standar objektif norma teori dan filsafat hukum, sehingga pendapat kita pendapat objektif,” tambahnya.
Menurutnya, Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) tersebut masih memerlukan keadilan secara hukum dan sosial.
Sebab, kata Suparji, sangat mungkin Anas batal digantung di Monas berdasarkan fakta-fakta hukum yang ada.
“Secara hukum Anas sudah menjalani hukuman delapan tahun. Meski masih ada kemungkinan melakukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) 2. Bukan tidak mungkin PK 2,” terangnya .
“Kedua memperjuangkan Anas secara sosiologis karena sudah terstigma. Buku Mas Tofik Pram ini salah satu upaya memperjuangkan itu,” kata Suparji.
Apalagi, Anas juga diputus justru tidak ada bukti-bukti melakukan korupsi Hambalang berdasarkan fakta persidangan.
“Syarat digantung di Monas tidak dipenuhi. Anas divonis tidak korupsi, tidak terima korupsi Hambalang sampai tingkat kasasi oleh belasan orang hakim mengadili sejak tingkat pertama,” imbuhnya.
Hal yang sama juga dikatakan Tofik Pram, penulis buku Halaman Pertama Anas Urbaningrum.
Menurutnya, kasus Anas sarat akan kejanggalan sejak awal. Mulai dari surat perintah penyidikan (sprindik) yang bocor hingga dugaan intervensi kekuasaan saat itu.
Ia bahkan menilai Anas dipersepsikan oleh kekuatan tertentu agar harus dinyatakan bersalah saat itu. Menurutnya, hal ini adalah dampak jangka panjang dari konstruksi opini tentang sosok Anas di masa lalu.
“Betapa narasi dan wacana yang dibangun kala itu benar-benar membungkus Anas dalam stigma negatif. Dia sudah divonis bahkan jauh sebelum ditetapkan sebagai tersangka,” kata Tofik.
Segala bentuk informasi yang bisa meringankan Anas, kata Tofik, seolah tidak disajikan secara adil kepada publik.
“Apa pasal? Sebab konstruksi narasi yang dibangun waktu itu adalah Anas harus salah. Dia harus pergi,” ujar Tofik
Dalam buku yang ia tulis, Tofik mencoba menghadirkan narasi alternatif tentang Anas. Menghadirkan sisi lain perjalanan kasus Anas untuk mengajak pembaca agar mau mencoba adil sejak dalam pikiran.
“Sekaligus mengingatkan agar hati-hati, bahwa politik berbiaya ringgi itu bisa menyebabkan kontroversi hati,” imbuhnya.
Hingga saat ini, Anas memang belum pernah berbicara politik setelah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin pada 11 April 2023.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat ini mendapat Cuti Menjelang Bebas dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.
Statusnya saat ini berubah dari narapidana menjadi klien Balai Pemasyarakatan.
Anas sendiri merupakan narapidana korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang pada 2010-2012.(*)