Negeri Tetangga Timor Leste, Saudara Muda Sedang Bergairah

×

Negeri Tetangga Timor Leste, Saudara Muda Sedang Bergairah

Sebarkan artikel ini
Suasana di Stadion Nasional Dili dalam pertandingan pembuka Liga Futebol Amadora pada 25 Februari lalu. Saat ini kompetisi sudah memasuki pekan kedua.

Subsidi pemerintah itu sudah mampu menutupi 60 persen dari pembiayaan kompetisi tahun ini. Dalam hitungan LFA, memutar kompetisi sepanjang 14 pekan mulai 25 Februari hingga 17 Juli mendatang tidak akan menyedot anggaran besar.

Apalagi, pertandingannya untuk sementara dilangsungkan di Stadion Nasional, Dili. Itulah alasan LFA tidak membutuhkan dana sampai puluhan miliar rupiah seperti yang sering dilakukan operator penyelenggara kompetisi sepak bola di Indonesia beberapa waktu lalu, PT Liga Indonesia.

Hanya Rp 4 miliar yang dibutuhkan LFA untuk memutar roda kompetisi hingga 14 pekan. ’’Uang sebesar itu kami dapatkan dari pemasukan sponsorship,’’ ungkap Nilton. Selain Mitre sebagai sponsor apparel, ada empat sponsor di belakang LFA.

Yakni, Bir Bintang, perusahaan air mineral GOTA, lalu penyedia layanan televisi kabel berbayar ETO, serta perusahaan konstruksi Etolina and King Construction. Rata-rata setiap sponsor itu menyetorkan uang kepada LFA sebesar USD 75 ribuan.

Nilton menyebut subsidi itu diberikan sebagai modal bagi klub agar bisa mencari uang sendiri. Bukan hanya subsidi, LFA juga memberikan kemudahan bagi delapan klub kontestan Divisi Utama-nya. Berapa pun total pemasukan dari total 3 ribuan lembar tiket yang terjual akan diberikan kepada klub.

Pembagiannya, 40 persen bagi masing-masing klub yang bertanding serta 20 persen sisanya untuk LFA guna membayar pajak dan dana operasional yang lain. Itu belum termasuk match fee. Apabila menang, LFA akan memberikan reward USD 700 (Rp 9,1 juta), imbang USD 500 (Rp 6,5 juta), dan kalah hanya kebagian USD 300 (Rp 3,9 juta).

Sesuai dengan namanya, apabila diartikan ke bahasa Indonesia, LFA berarti Liga Sepak Bola Amatir. Nilton tidak menolak begitu kompetisi yang sudah dijalankan jajarannya itu disebut belum profesional. ’’Kami belum profesional. Kami masih posisi menuju ke arah yang profesional (semiprofesional),’’ katanya.

Tujuannya jelas. Pemerintah Timor Leste membantu klub-klub sepak bola agar lebih maju dan mandiri. Sebab, bukan hanya skill yang menjadi penentu di lapangan. Demikian juga jaminan keberlangsungan anggaran di balik jalannya kompetisi itu.

’’Yang kami inginkan dengan adanya subsidi ini, ke depan kami ingin klub lebih kreatif dan mandiri dalam mencari pemasukan. Perkiraan saya, pada 2018 mendatang sudah ada klub Timor Leste yang berstatus profesional,’’ bebernya.

Timor Leste belajar dari pengalaman kompetisi di Indonesia. Klub-klub di Indonesia dilepas begitu saja, tanpa ada pancingan dana seperti di Timor Leste. Makanya, tidak mengherankan jika hanya klub-klub dengan kantong tebal yang bisa selamat dari ancaman krisis finansial.

Elizio Oscar Victor selaku presiden klub Karketu Dili menyebutkan bahwa bantuan dari pemerintah itu hanya 10 persen. ’’Tidak terlalu berdampak pada income klub,’’ katanya. Pemasukan klub tetap lebih besar, bisa digali dari sponsorship sampai 50 persen.

Sementara itu, 40 persen sisanya berasal dari pembayaran membership (30 persen) dan 10 persen dari penjualan jersey replika dan merchandise per bulan ini. ’’Karena masih tahap belajar, kami sering meminta referensi teman-teman klub di Indonesia, bagaimana caranya klub mampu bertahan dengan jumlah laga yang reguler,’’ imbuhnya. (ren/c19/ham/hargo)