Hargo.co.id, GORONTALO – Kawasan kuliner di Gorontalo belakangan ini semakin banyak. Sebab, usaha kuliner menjadi salah satu penyangga ekonomi di Gorontalo.
Sayangnya, kawasan kuliner di Gorontalo banyak yang tak ramah dengan lingkungan. Kantong plastik dan bungkusan berbahan dasar kertas masih menjadi andalan dari pelaku usaha untuk mengemas jajanan kuliner yang dibeli oleh para konsumen.
Hal ini pun mendorong sekelompok muda-mudi yang tergabung dalam komunitas hartdisk studio untuk mendirikan sebuah pusat kuliner yang diberi nama Pasar Ambuwa.
“Inspirasi usaha kuliner ini datang dari keresahan kami dari sisi ekonomi, dan mengurangi sampah,” ujar Julianur sebagai penanggung jawab Pasar Ambuwa, Ahad (11/6/2023).
Pasar Ambuwa, kata dia, pertama kali diresmikan pada tahun 2018. Dulu kala, ungkap Julianur, nama Pasar Ambuwa adalah pesta panen.
“Tujuan kami membuat Pasar Ambuwa, untuk membuat ekosistem yang bisa membantu semua orang dan juga bisa membantu bumi,” katanya
Dalam mendirikan Pasar Ambuwa, komunitas hartdisk audio melakukannya secara mandiri, tanpa berharap bantuan dari pemerintah daerah.
“Kita bangun pakai uang kas komunitas kami,” ucap Julianur.
Dengan mengusung konsep kuliner yang ramah dengan lingkungan, pengelola pasar yang terletak di Desa Huntu Selatan, Kecamatan Bulango Selatan, Kabupaten Bone Bolango itu, mewajibkan kepada seluruh pedagang untuk tidak menggunakan kemasan sekali pakai.
“Ketentuan untuk masuk Pasar Ambuwa yang terpenting tidak membawa bahan yang berjenis plastik atau sekali pakai,” tandas Julianur.
Pasar Ambuwa yang pernah mendapat penghargaan dari SUMO Foundation itu, kini telah menjadi salah satu lokasi favorit warga untuk menghabiskan akhir pekan.
Pasalnya, di Pasar Ambuwa tak hanya menjajakan kuliner lokal, seperti makanan yang berbahan dasar dari sagu, rica khas Gorontalo, bubur sada, dan ilepao. Ya, di Pasar Ambuwa para pengunjung juga bisa menikmati berbagai pertunjukan seni dan budaya lokal.
“Bukan hanya menyajikan makanan lokal. Tetapi, bisa menghadirkan pertunjukan daerah,”ungkap Julianur.
Menariknya, transaksi jual beli di pasar tersebut, menggunakan metode kepingan tempurung. Dimana, untuk berbelanja, pengunjung harus menukar uang dengan kepingan tempurung ke pengelola saat akan memasuki kawasan pasar. Setiap kepingan tempurung bernilai Rp. 6.000.
Transaksi dengan cara ini cukup terbilang unik. Ada beberapa pasar di daerah lain yang sudah menerapkan sistem tersebut. Salah satunya di Pasar Kamu, Kota Medan.(*)
Penulis: Febrianca Toloy/Mahasiswa Magang UNG