Oleh: Rismunandar Katili, M.H
Akademisi
DALAM menjalankan profesi pada bidang teknologi informasi difasilitas pelayanan kesehatan staf khusus yang akan bertanggung jawab untuk mengumpulkan data, mengisi formulir, dan memastikan akurasi data yang diunggah.
Maka untuk memastikan keamanan data informasi medis pasien tersebut staf harus diambil sumpah, sumpah profesi mencerminkan komitmen mereka untuk menjaga dan menghormati martabat manusia, menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab, serta mematuhi kode etik profesi.
Rumah sakit merupakan tempat dimana informasi dan data pribadi pasien sangat sensitif dan harus dijaga kerahasiaannya.
Sehingganya untuk Memastikan kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan semua informasi kesehatan serta melindungi dalam membuat, menerima, mempertahankan, atau mentransmisikan informasi kesehatan diperlukan tenaga profesi kesehatan yang professional sebagai sumber daya manusia yang didukung dengan sarana yang memadai dan kewenangan yang melekat disertai dengan perlindungan hukum saat menjalankan kewenangannya.
Resiko Kebocoran Data Pribadi
Saat terjadinya kebocoran data pribadi tiga hal yang sangat beresiko merugikan baik untuk pasien atau rumah sakit. Misalnya:
1.Pencurian Identitas Jika data pribadi pasien bocor, maka dapat disalahgunakan untuk melakukan tindakan kriminal seperti pencurian identitas, pembukaan rekening palsu, dan penipuan
2.Diskriminasi dan Stigma Informasi sensitif seperti status HIV atau riwayat kesehatan mental dapat menyebabkan diskriminasi dan stigmatisasi terhadap pasien di masyarakat.
3.Kerugian Finansial akibat kebocoran data pribadi pasien dapat menimbulkan kerugian finansial, baik bagi pasien maupun rumah sakit, akibat tuntutan hukum dan denda dari regulator.
Mereka Memiliki Kompetensi, Apakah Disertai Kewenangan? Kompotensi yang disertai kewenangan adalah analisis yang penulis dalami dalam tesis penulis untuk memisahkan tanggung jawab hukum.
Tenaga kesehatan yang melaksanakan pekerjaannya tanpa Kewenangan Hukum (rechtsbevoegheid) dapat dianggap melanggar salah satu standar profesi tenaga Kesehatan. Hukum Administrasi dapat dibedakan menjadi tiga jenis kewenangan yang diperoleh yaitu dari atribusi, mandat, dan delegasi.
Kewenangan Atributif lazimnya digariskan atau berasal dari adanya pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang. Istilah lain adalah kewenangan asli atau kewenangan yang tidak dibagi-bagikan kepada siapapun, Kewenangan Mandat merupakan kewenangan yang bersumber dari prosedur pelimpahan dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat atau badan yang lebih rendah, Kewenangan Delegatif adalah kewenangan yang bersumber dari pelimpahan dari subjek orang kepada orang lain dengan dasar peraturan perundang-undangan.
Sehingganya kewenangan yang diperoleh tersebut harus diawali dengan sumpah profesi sebagai komitmen dalam memberikan pelayanan difasilitas publik.
Sumpah profesi yang dilafalkan tanpa ragu, dan diangkat dengan keteguhan hati untuk menjadi seorang tenaga Kesehatan yang profesional merupakan salah satu langkah penting dalam mempersiapkan lulusan untuk tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur oprasional difasilitas pelayanan kesehatan. Ini adalah titik awal dimana mengurai gray area dalam pertanggung jawaban hukum dikemudian hari.
Siapa saja dan setiap orang pasti berpotensi berperkara hukum dikemudian hari diakibatkan kesalahan atau kelalaian dari pekerjaannya sehari-hari, apalagi pekerjaan itu berhubungan dengan fasilitas pelayanan publik, maka hal penting yang perlu diingatkan adalah memastikan kewenangan yang diperoleh sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta melimpahkan kewenangan kepada setiap orang yang memiliki kompetensi dan kewenangannya.
Secara konseptual Tanggung-gugat “aansprakelijkheid” untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum oleh orang lain. Orang tersebut harus bertanggung-jawab atas seseorang yang menjadi tanggungannya.
Ini Tentang. . .
Ini tentang amanat peraturan perundang-undangan, yang secara terang dan jelas dalam Permenkes Nomor 24 Tahun 2022 Tentang Rekam Medis
yang menegaskan untuk kegiatan penyelenggaraan Rekam Medis Elektronik seperti registrasi Pasien,
pendistribusian data Rekam Medis Elektronik, pengolahan informasi Rekam Medis Elektronik, penginputan data untuk klaim pembiayaan,
penyimpanan Rekam Medis Elektronik, penjaminan mutu Rekam Medis Elektronik, dan transfer isi Rekam Medis Elektronik dilakukan oleh tenaga Perekam Medis.
Ini tentang peran pembinaan dan pengawasan Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan Rekam Medis Elektronik sesuai dengan kewenangan masing-masing dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ini tentang harapan penulis untuk para Stakeholder yaitu diantaranya Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Organisasi PORMIKI,
dan Pemerintah untuk dapat lebih konsen memperhatikan apabila terjadi ketimpangan kewenangan ini.
Serta harapan bagi Mahasiswa yang sementara mengenyam Pendidikan Diploma III/IV sebagai calon tenaga Perekam Medis kedepan
untuk selalu meningkatkan mutu dan tentunya mengambil sikap sebagai pelopor garda terdepan dalam mendorong Transformasi Digital.(*)