Hargo.co.id, GORONTALO – Belasan mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Peduli Gorontalo menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Gubernur Gorontalo, Selasa (27/5/2025).
Aksi ini lahir dari keresahan kolektif terhadap penyelenggaraan Half Marathon yang dinilai telah menyimpang dari nilai-nilai lokal dan tujuan awal kegiatan.

Koordinator Lapangan, Dikky Modanggu menegaskan bahwa aksi ini bukan gerakan spontanitas, melainkan hasil konsolidasi dari keresahan yang telah dikumpulkan secara langsung dari berbagai elemen pemuda.
“Saya temui satu per satu orang-orang yang merasakan keresahan yang sama. Ini ketimpangan yang nyata dan perlu disuarakan,” tegasnya.
Mereka menyoroti rencana kehadiran publik figur Gisella Anastasia atau yang akrab disapa Gisel dalam ajang Half Marathon, yang akan digelar di Kabupaten Pohuwato.
Menurut Dikky, kehadiran Gisel tidak merepresentasikan semangat kegiatan yang seharusnya menjadi ajang promosi hidup sehat, sportivitas, dan penguatan potensi lokal pemuda.
“Kita tahu yang disebut ikon adalah orang yang punya prestasi di bidangnya, seperti Cristiano Ronaldo di sepak bola. Tapi, hari ini, yang diundang justru tak relevan,” ujar Dikky.
Dalam aksinya, massa mendesak Gubernur Gorontalo, Gusnar Ismail untuk menerbitkan surat rekomendasi kepada Bupati Pohuwato agar membatalkan atau tidak mendukung kehadiran Gisel. Mereka menilai langkah tersebut penting demi menjaga nilai moral, integritas publik, dan fokus utama kegiatan.
Dikky juga menyampaikan bahwa jika aspirasi mereka tidak direspon dalam waktu dekat,
maka mereka telah menyiapkan skema lanjutan berupa aksi dengan eskalasi massa yang lebih besar.
“Bisa jadi ada aksi serentak dari berbagai paguyuban. Ini sedang kami konsolidasikan,” tambah Dikky.
Menanggapi aksi tersebut, pelaksana harian (Plh) Asisten I Setda Provinsi Gorontalo, Sukril Gobel
yang menerima perwakilan massa menyatakan bahwa aspirasi tersebut akan disampaikan kepada Gubernur Gusnar.
Ia juga menyebut bahwa sedang ada pembahasan internal terkait norma dan kontroversi yang berkembang.
Namun bagi aliansi, pernyataan itu belum cukup.
“Kami menunggu bukti konkret, bukan sekadar janji. Harus ada tindakan administratif sebagai bentuk respons,” tegas Dikky.
Menutup pernyataannya, Dikky mengajak mahasiswa untuk tetap menjaga peran intelektual dan tanggung jawab sosial.
“Aksi ini bukan karena kita benci figur publik. Tapi karena kita punya tanggung jawab moral menjaga nilai yang seharusnya ditanamkan dalam kegiatan publik seperti ini. Jangan tunggu rusak dulu baru kita bergerak,” tutupnya.(Mg-10)