Hargo.co.id, GORONTALO – Lima budaya Gorontalo kembali ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak benda (WBTB) Indonesia tahun 2023.
Total sudah ada 49 budaya Gorontalo yang telah ditetapkan menjadi WBTB Indonesia oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek.
Hal tersebut disampaikan Penjagub Gorontalo, Ismail Pakaya saat membuka seminar dan workshop Bangga Budaya Indonesia, Kamis (14/9/2023).
Kegiatan yang berlangsung di Rumah Adat Dulohupa, Kota Gorontalo tersebut dalam rangka penguatan ekosistem WBTB binthe biluhuta dan kain karawo
“Setelah ditetapkan menjadi WBTB kemudian mau diapain? Ini menjadi tantangan kita bersama,” kata Ismail Pakaya.
“Apalagi berbicara tentang budaya itu meliputi empat hal, yaitu perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan,” tambahnya.
Lima budaya Gorontalo yang ditetapkan menjadi WBTB tahun ini yaitu wolimomo, paluwala, molunggelo, tidi lo bituo, serta mandi safar Atinggola.
Wolimomo adalah pakaian tradisional perempuan suku Gorontalo.
Wolimomo merupakan salah satu pakaian adat kebesaran yang wajib digunakan pada berbagai upacara adat, salah satunya pada saat akad nikah.
Sedangakan, Paluwala merupakan pakaian tradisional yang digunakan mempelai pria dalam resepsi pernikahan.
Selanjutnya tradisi molunggelo, yaitu menidurkan bayi pada buaian yang dilakukan turun temurun masyarakat Gorontalo sebagai ungkapan kasih sayang ibu.
Tidi lo bituo atau tarian keris yang menggambarkan hak azasi wanita untuk menuntuk keadilan, kebenaran, dan memutuskan sesuatu dengan bijaksana.
WBTB terakhir adalah tradisi mandi safar di Atinggola yang dilakukan setiap bulan Safar. Tradisi ini bermakna untuk membuang sial serta membersihkan diri dari segala dosa.
Upaya pelestarian budaya daerah menjadi perhatian serius Penjagub Ismail Pakaya.
Salah satu langkah konkret yang diambilnya yaitu menampilkan kesenian musik tradisional Gorontalo secara rutin di halaman rumah jabatan gubernur.
Pagelaran musik tradisional tersebut dilaksanakan dua minggu sekali yang diisi dengan penampilan para siswa ataupun komunitas masyarakat lainnya.
“Mau ada yang nonton ataupun tidak, tetap isi malam minggu itu dengan kesenian tradisional,” kata Ismail.
Pada pagelaran tersebut, masyarakat bebas keluar masuk ke rumah jabatan supaya bisa menonton atau mendengarkan atau melihat kesenian tradisional.
“Saya juga minta kepada Dinas Kominfotik untuk disiarkan secara langsung melalui radio dan media sosial Pemprov Gorontalo,” tandasnya.(***)
Penulis: Sucipto Mokodompis