Hargo.co.id, GORONTALO – Empat bulan sudah, masyarakat di Dusun Minango, Desa Pohuwato Timur, Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato hidup dalam rasa cemas. Pasalnya, sejumlah tanggul pemecah ombak (breakwater) yang jebol mengancam sederet rumah warga yang berbatasan langsung dengan bibir pantai Marisa.

Khawatir dengan kondisi itu, sejumlah warga pun berinisiatif menumpuk bebatuan guna meminimalisir dampak, sembari menunggu tindak lanjut pemerintah daerah.
“Pasang air laut berdampak pada pemecah ombak karena pasir-pasir akan dibawa air. Oleh karena itu, kami menumpuk bebatuan,” ucap Rosmin, warga Dusun Minango.

Sementara itu, Kepala Desa Pohuwato Timur, Yan Samaun mengaku bahwa persoalan tersebut sudah dilapor pihaknya ke Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Pohuwato di bulan September. Ia berharap, pihak PU-PR segera menindak lanjuti perbaikan pemecah ombak yang tumbang ataupun rusak oleh air laut.
“Saya sudah datang melapor, tapi hal itu akan ditindak lanjuti jika sudah ada anggaran dari balai sungai,” jelasnya.
Yan Samaun sangat berharap masalah pemecah ombak segera ditindak lanjuti. Ia khawatir jika terjadi pasang air laut, pemukiman masyarakat akan digenangi air laut.
Di hubungi terpisah, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Pohuwato, Rusdiyanto Mokodompit mengakui, jika pihaknya sudah banyak menerima aduan dari beberapa desa terkait kebutuhan masyarakat. Hanya saja, dengan kondisi keuangan daerah saat ini, pihaknya tentu belum bisa Mengakomodir semua aduan masyarakat.
“Artinya tindak lanjut ini tergantung dengan kondisi keuangan. Aduan itu kan banyak, semua desa banyak aduan terkait dengan ada jembatan rusak, ada drainase rusak dan sebagainya. Cuma memang kita tetap lihat dari skala prioritas penanganannya dan ketersediaan anggaran,” ungkap Rusdiyanto saat dikonfirmasi, Selasa (14/11/2023).
Meski demikian, dirinya menjelaskan, semua aduan dari pemerintah desa maupun masyarakat tetap akan ditindaklanjuti. Meskipun kemudian nantinya akan diarahkan ke pemerintah provinsi maupun balai yang juga berwewenang mengakomodir persoalan tersebut.
“Kita tinggal verifikasi, kita menunggu alokasi anggaran tersedia, kalau tidak kita arahkan ke Provinsi atau ke Balai, tidak harus kita tangani karena kita terbatas sekali dana. Artinya aduan yang masuk langsung kita tanggulangi kalau ketersediaan anggaran ada, dengan melihat skala prioritas. Penanganan darurat, kita belum bisa pastikan karena bekuk lihat lokasi. Kalau sudah ada laporan, segera kita cek seperti apa, kalau penanganan darurat seperti apa, permanennya seperti apa,” pungkasnya.(*)
Penulis: Lifka Ismail/Mahasiswa Magang UNG
Editor: Ryan Lagili