Hargo.co.id, GORONTALO – Tuntutan ganti rugi (TGR) atas pembayaran tunjangan profesi guru (TPG) atau yang sebelumnya lebih dikenal sertifikasi di sejumlah SMA sederajat di Gorontalo menuai reaksi dari para tenaga pendidik yang kena TGR itu.
Kuat dugaan para guru, TGR terjadi lantaran validator yang mengurus absensi para guru. Sebab, mereka merasa telah bekerja sesuai ketentuan. Selain itu pula, beban kerja yang sudah dipenuhi.
“Menurut saya pribadi, yang seharusnya bertanggung jawab dalam masalah TGR ini adalah validator. Sebab, dari hasil temuan BPK, dari hasil Siransija kami tidak terisi apa- apa, padahal saya sedang cuti sakit,” ungkap Laila Abdjul, Guru SMK 1 Gorontalo, dikutip dari Dulohupa.id.
Berbeda dengan Laila, Sakina Hamid, guru SMK 2 Limboto menilai, temuan TPG tersebut, dampak dari kurangnya sosialisasi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Gorontalo terkait aturan soal TPG.
“Ketika tiga hari kita sakit, kita diharuskan urus cuti. Itu kita tidak tahu dan validator juga tidak tahu, bahkan tidak ada sosialisasi untuk itu. Sosialisasi dilaksanakan nanti pada bulan Mei 2004,” keluh Sakina.
“Makanya data kami yang ada di dinas dan BKD itu berbeda. Untuk itu, kami minta agar operator aplikasi absesnsi itu lewat satu pintu saja. Jangan lagi merujuk ke BKD, karena BKD tidak tahu tentang aktiitas kami para guru. Kami juga para guru meminta jika ada aturan baru tolong disosialisasikan kepada kami agar tidak terjadi hal seperti ini yang merugikan kami para guru,” tambah Sakina.
Senada dengan Sakina, Rahmawati Polontalo menegaskan, kondisi yang terjadi saat ini, sangat merugikan para guru. Tidak hanya soal finance, menurutnya, kerugian juga dari sisi reputasi.
Karena, tambah Sakina, adanya sanksi TGR otomatis paradigma dikalangan masyarakat para guru telah melanggar aturan.
“Pada hakekatnya kami keberatan dengan TGR ini, karena kami dinyatakan TGR namun tidak sesuai konsekuensi dari TGR itu sendiri. Semoga Diknas dan BPK memperhatikan permintaan kami yang sebetulnya bukan guru-guru yang melanggar disiplin dapat terbantu dengan sistem yang ada,” ujarnya.
TGR TPG sendiri terungkap dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Gorontalo pada bulan Mei 2024. Dimana, terdapat temuan pembayaran TPG pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Gorontalo yang tidak memenuhi beban kerja.
Sementara itu pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Gorontalo menyebut, telah melakukan sejumlah upaya agar para guru tidak terkena TGR.
“Yang kami lakukan yang pertama adalah selama proses pemeriksaan kami melakukan asistensi pada guru-guru untuk memastikan bahwa alasan mereka dapat disampaikan dengan baik dan disertakan dengan bukti-bukti yang lengkap agar dapat meyakinkan pemeriksa,” tandas Siti Lahidjun selaku Kepala Bidang Pembinaan Ketenagaan Dikbud Provinsi Gorontalo.
Yang kedua, lanjut Siti, pihaknya sudah melakukan pembelaan. Namun, kata dia, dari segi regulasi, legalitas formal, dan sebagai ASN harus patuh.
Terpisah, PPUPD Muda Inspektorat Provinsi Gorontalo, Dedi Muji mengatakan, temuan BPK sudah bersifat final dan wajib ditindaklanjuti.
Mereka merasa sudah sesuai ketentuan, dari hasil pemeriksaan masih ada temuan, pemeriksaan itu ada dua.
Yaitu, pemeriksaan internal dan pemeriksaan eksternal, dan kali ini temuan itu dari hasil pemeriksaan BPK.
Sehingga, ucap Dedi, mau tidak mau, suka atau tidak suka, TGR tetap harus dibayarkan.
“Selama kita masih menerima hasil dari keuangan negara atau kita mengelola keuangan negara, potensi temuan itu pasti ada. Makanya kalau sudah kena temuan, kita harus membayar,” pungkas Dedi Muji.(*)
Penulis: Rendi Wardani Fathan