Hargo.co.id, GORONTALO – Sebanyak 165 guru Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat di Provinsi Gorontalo kena tuntutan ganti rugi (TGR).
Ini terungkap dari laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Gorontalo pada bulan Mei 2024 atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi Gorontalo tahun anggaran 2023. Informasi yang berhasil dirangkum, jumlah TGR 165 guru apabila diakumulasi nyaris mencapai Rp 800 juta.
TGR ini pun langsung direspon Pemprov Gorontalo. Dimana, Gubernur Gorontalo mengintruksikan kepada Kepala Dikbud Provinsi Gorontalo untuk menindaklanjuti temuan dari BPK tersebut.
“Gubernur Gorontalo mengintruksikan kepada Kepala Dikbud salah satunya terkait dengan TPG, memperhitungkan kekurangan pemotongan iuran JKN atas pembayaran TPG sebesar Rp 46 juta dan kelebihan pembayaran TPG atas ASN-D yang tidak memenuhi beban kerja sebesar Rp 797.248.100 pada pembayaran TPG periode berikutnya dan menyampaikan laporan perhitungannya kepada BPK,” ungkap Ketua Tim Penghargaan, Perlindungan dan Sertifikasi guru (Harlindung) Rina Indriani Kadir dikutip dari Dulohupa.id.
“Tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK RI tersebut, paling lambat 60 hari dan disampaikan ke inspektorat daerah Provinsi Gorontalo,” sambungnya.
Rina mengklaim jika temuan BPK bukan bagian dari TGR, melainkan terkena lebih bayar.
“Sebenarnya bukan TGR. Beda TGR dan lebih bayar. Kalau lebih bayar itu nanti langsung dilakukan pemotongan pada pembayaran TPG berikutnya,” klaim Rina.
Masih kata dia, skema lebih bayar masih dalam proses kajian dari pihaknya. Selain itu, tambah dia, diperkirakan pekan depan Dikbud Provinsi Gorontalo akan berkunjung ke Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) RI untuk mengkonsultasikan skema apabila terjadi kelebihan pembayaran.
“Apakah ini bisa diberikan keringanan kepada guru-guru yang terkena lebih bayar ini, dicicil selama dua tahun misalnya, atau tidak dipotong sekaligus,” ucapnya.
Rina juga mengungkap guru-guru yang tidak memenuhi beban kerjanya. Dia bilang terkait absensi. Yang sebenarnya hadir, namun tidak melakukan absensi menggunakan aplikasi.
“Mereka manual. Yang ternyata BPK memperhitungkan itu sebagai kekurangan jam kerja, sedangkan di aturan kita absensi jam kerja kita itu sudah di atur melalui pergub, kita harus melakukan absensi secara aplikasi itu yang legal, itu menurut BPK,” terang Rina dan menambahkan, saat pemeriksaan dari BPK, Dikbud telah melakukan berbagai upaya untuk pembelaan terhadap guru-guru yang sesuai ketentuan sebenarnya secara manual hadir.
“Jadi bersabar saja, kita masih terus memperjuangkan ini, bagaimana untuk mendapatkan keringanan kepada guru-guru yang mengalami lebih bayar,” tutupnya.
Lantas bagaimana dengan hasil temuan BPK? Rina mengaku, instruksi Gubernur Gorontalo telah ditindak lanjuti pihaknya dengan cara menghitung besaran, serta guru-guru yang akan mengembalikan kelebihan pembayaran TPG lantaran tak memenuhi beban kerja.
“Kelebihannya ini sudah kita hitung. Jadi, siapa-siapa yang kena lebih banyak, karena tidak memenuhi beban kerja sudah ada nama-namanya, dan sudah diperhitungkan berapa yang harus mereka akan kembalikan jika itu akan dikembalikan,” jelas Rina.
“Hal ini baru sebatas perhitungan sesuai instruksi yang ada. Karena sebagaimana penjelasan tadi diatas bahwa guru-guru tersebut bukanlah terkena TGR,” pungkasnya.(*)
Penulis: Rendi Wardani Fathan